Semua manusia yang hidup pasti memiliki sejarah yang luarbiasa. Tak ketinggalan kongrasi SCJ. Sejak para missionaris SCJ awal menginjakkan kaki di Indonesia sejarah orang-orang luarbiasa SCJ-pun dimulai. Satu persatu orang-orang hebat SCJ lahir dari penduduk asli Indonesia. Yah, kami tidak dapat melupakan Frat. Ant. Gentiaras, SCJ sebagai orang Indonesia pertama yang menjadi SCJ, dan para SCJ lainnya baik itu para missionaris maupun para konfrater pribumi awal. Pelayanan mewartakan kasih Allah terus mengalir sepanjang waktu hingga zaman yang semakin berkembang dan canggih ini.
Senin, 25 November 2019, Komunitas Skolastikat SCJ dan VVP Yogyakarta mengadakan Memorial Day di pemakaman Kerkop, Muntilan. Tepat pukul 14.30, para romo dan frater berangkat menuju pemakaman menggunakan bus bersama-sama. Setelah itu, kami langsung merayakan perayaan Ekaristi bersama.
Memorial day mejadi moment yang cukup penting untuk mengenang kembali jejak para pendahulu SCJ, secara khusus di Indonesia. Tak terbayang, pelayanan kasih Allah kala itu, sekarang masih terus berlanjut dan berkembang. Perikopa Injil tentang janda miskin yang menjadi bahan permenungan saat Ekaristi, kiranya memberikan gambaran yang cukup menarik untuk sedikit menelisik jasa para pendahulu. “Janda Miskin” (Luk 21:1-4) adalah salah satu tokoh Kitab Suci yang mewakili orang-orang yang dengan tulus hati dan cinta yang besar mau mempersembahkan diri kepada Allah. Tindakan si “janda” tidak berdasar pada kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang Yahudi (membayar persembahan ke bait Allah). Melainkan, sebaliknya, ia memberikan seluruh jaminan hidupnya kepada Allah. Oleh karena cinta yang mendalam, ia percaya bahwa Allah akan mencintai dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Sikap ini kiranya juga mengalir dalam diri para pendahulu SCJ, misi Indonesia bukan pertama-tama menjadi sebuah kewajiban yang memaksa mereka untuk hadir di Indonesia, melainkan kehadiran diri mereka di Indonesia adalah bentuk ungkapan cinta dan ketulusan hati mereka untuk memberikan diri kepada Allah. Perjumpaan dan pengalaman akan kasih Allah “mempesona” para SCJ awal untuk memberikan diri secara utuh kepada Allah.
Bagimana hal itu dapat terjadi? Menarik bahwa si “janda” memiliki pernik lain, yaitu “janda miskin”. Kata “miskin” mengandung makna teologis yang cukup mendalam. Dalam perikopa lain, seperti khotbah Yesus di bukit (Mat 5:1-12), “…berbaghaialah orang yang misksin di hadapan Allah karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga…” Yesus ingin menunjukkan kata “miskin” sebagai sebuah bentuk pengosongan diri yang penuh. Hal ini menjadi bentuk persembahan diri kepada Allah, agar manusia mampu mempersatukan diri secara utuh dan total kepada Allah. Tokoh “janda miskin” menjadi contoh pribadi yang hidup dalam persatuan dengan Allah. Allah sebagai “kekakayaan” baginya, tidak lagi menggeliskan ia untuk mencari hal-hal atau kenikmatan lain. Ia hanya berfokus pada satu hal yang begitu berharga, yaitu Allah. Kesatuan ini pula yang mengalir dalam DNA seorang Dehonian, secara khusus dalam diri para pendahulu. Kesatuan bersama Allah tidak lagi membuat mereka gelisah untuk memberikan diri secara total, mempersembahkan diri secara total, dan melayani Allah dan sesama secara total. Para pendahulu hanya berpedang dan menggantungkan diri pada sang sumber kekayaan, yaitu Allah sendiri.
Peristiwa iman ini pada akhirnya menjadi kekayaan yang menarik bagi para SCJ. SCJ punya orang-orang atau pendahulu yang luarbiasa dan sejarah yang luarbiasa pula. Estafet misi itu kini berada di tangan SCJ zaman now. Contoh para pendahulu kiranya menjadi semangat bagi para SCJ untuk belajar memiliki hati dan cinta yang tulus kepada Allah, dan memperdalam persatuan yang mesra dengan Allah. Berysukur bahwa mepunya para pendahulu yang luarbiasa, karena mereka SCJ sekarang pun memiliki DNA untuk menjadi SCJ-SCJ yang juga luarbiasa bagi Allah, sesama, dan diri kita.
Berkat Tuhan menyertai kita semua. Amin.
Fra. Hoper, SCJ
Leave a Reply