Ketika pertama kali menjejakkan kaki di tanah misi di Taiwan, ada banyak perasaan yang muncul dalam diriku. Melihat kehidupan sosial dan juga budaya yang baru, sungguh sesuatu yang sangat menantang untuk di pelajari dan dihidupi. Walaupun bukan hal yang mudah tentunya untuk bisa beradaptasi dengan budaya yang baru, bahasa dan cara penulisan yang sama sekali berbeda, menjadi sebuah tantangan tersendiri. Kalau Yesus dengan Ecce Venio siap untuk melakukan kehendak Bapa dengan segala sukacita, kegembiraan dan kesedihan dan salib yang di depannya. Dengan napak tilas perutusan Yesus, saya juga belajar untuk berani keluar dari kenyamanan dan memulai misi di tempat yang baru.
Dua minggu sesudah sampai di taiwan, waktu itu ada sekelompok Anggota Cridit Union ingin berkunjung ke salah satu tempat wisata. Saya mendapatkan kesempatan untuk bergabung dengan mereka. Disana hanya saya sorang diri yang berasal dari Indonesia, dengan kemampuan bahasa mandarin yang sangat jelek. Tetapi disitulah awal saya merasa banyak hal yang harus saya perjuangkan untuk memulai belajar dan berani berbicara dalam bahasa mandarin.
Di taiwan kami diberi kesempatan untuk belajar bahasa mandarin selama 2 tahun sebelum memulai karya di keuskupan Xin Zhu, satu tahun mandarin di Fu jen Catholik Universty, satu tahun lagi di pusat lembaga bahasa mandarin Keuskupan Xinzhu. Saya bersyukur bahwa angkatan saya berkesempatan belajar bahasa di Fujen Catholik University, karena disana mahasiswa-mahasiswa yang berlajar berasal dari berbagai negara (Jepang, Brasil, Italia, Vietnam). Situasi dan kondisi seperti ini semakin membuka wawasan dan pandangan hidup di tempat misi. Melihat mereka yang muda muda juga berjuang semakin memberikan semangat juga untuk belajar.
Setelah menyelesaikan satu tahun belajar mandarin di Universitas Katolik Fu jen. Saya melanjutkan belajar mandarin di keuskupan Xinzhu. Tinggal bersama Bapak Uskup Li, menjadi kesempatan baik untuk mengenal dan memahami situasi dan kondisi keuskupan secara holistik. Di keuskupan Xinzhu merupakan keuskupan yang bersebelahan dengan keuskupan Taibei. Keuskupan Xinzhu memiliki kurang lebih 70 gereja yang tersebar di beberapa daerah. Terdiri dari daerah perkotaaan xinzhu, dan daerah-daerah pedesaan yang tersebar di propinsi xinzhu.
Memahami dan mengerti dengan baik situasi dan kondisi keuskupan menjadi langkah awal untuk memulai pelayanan di tempat ini. Setelah menyelesaikan 2 tahun belajar bahasa mandarin, Bapak Uskup mengutus saya untuk menjadi pastor rekan di dua paroki, pertama di gereja santo Yosef dan yang kedua di gereja Katedral Xinzhu. Selama kurang lebih 6 bulan mulai berpastoral di dua paroki ini sunggung menjadi kesempatan yang baik untuk mengenal lebih dalam kondisi dan situasi umat di keuskupan Xinzhu. Mendampingi kelompok kelompok katogerial, legio maria (3 kelompok legio), kelompok anak-anak sekolah minggu, juga kelompok anak-anak blasteran (mereka yang menikah dengan orang taiwan dan tinggal di taiwan, baik dari tailand, vietnam, filipine.)
Pengalaman awal berpastoral di Taiwan menjadi sesuatu pengalaman yang menarik dan menantang untuk semakin masuk lebih dalam pelayanan pastoral di keuskupan Xinzhu ini. Duc in Altum, bertolaklah ketempat yang lebih dalam, sabda Yesus semakin mengajakku untuk secara perlahan lahan dan pasti keluar dari kenyamanan ini untuk memulai pelayanan yang baru di tanah misi. Setelah 6 bulan Bapak Uskup memberikan perutusan baru menjadi pastor paroki di Gereja Santo Yosef. Sementara Rm Agus Guyono scj, mendapatkan tugas perutusan yang baru di seminari tinggi.
Rm. Alfonsus Zeamrudi SCJ
foto-foto lengkap bisa Anda klik di sini
Pfofesiat Pastur,
Smoga tetap sehat , kehadiran menjadi berkat & membawa berkat . BD