red: Mengenang P. Henslok SCJ sebagai perintis misi SCJ ke Papua. Tulisan P. Vincen Suparman SCJ dari Florida – USA
Pastor Herbert mendarat di Timika pada 19 Oktober 2001 dijemput oleh P. Vincent Suparman. Selanjutnya dibawa ke Pastoran Tiga Raja di gedung belakang, tempat SCJ menumpang sementara. Kedatangan P. Henslok melengkapi dua tenaga SCJ yang sudah ada, yaitu Br. Matius Sumarjo, SCJ dan P. Vincent Suparman, SCJ yang dibenum di Epouto. Tatkala itu Keuskupan Timika belum dibentuk. Maka setelah beberapa hari menumpang di pastoran Tiga Raja, P. Henslok terbang ke Jayapura untuk mendapat pengarahan seperlunya sebelum dibenum di salah satu paroki di Keuskupan Jayapura. Ketika itu tidak ada rencana bahwa SCJ akan ditempatkan di Paroki Stella Maris, Kaokanao.
Setelah melepas P. Henslok terbang ke Jayapura, P. Vincent Suparman terbang kembali ke Pastoran Epouto. Ia merasa kasihan dengan Br. Marjo kalau terlalu lama ditinggal sendirian di pedalaman. Dari Epouto P. Vincent dan Bro. Marjo dapat memantau via Radio SSB dapat mengikuti keberadaan P. Henslok setiap hari. Stelah selesai menyelesaikan urusan pembekalan dan administrative, P. Henslok terbang kembali ke Timika. Namun, sampai di sini agaknya tidak ada kesepakatan antara Mgr. Leo Laba Ladjar, OFM, Uskup Jayapura dan P. John Philip Saklil, Vikep Kevikepan Wilayan Barat tentang rencana pembenuman untuk P. Henslok. Menyadari bahwa dirinya belum mendapat SK dan belum tahu akan dibenum dimana, ia tetap bersabar menumpang di Pastoran Tiga Raja bersama dua OFM: P. Vrankenmolen, OFM and P. Bert Hagendoorn, OFM.
Seraya menantikan pembenuman dirinya itulah, ia menjadi tenaga ‘freelance’ . Pukul 5:00 pagi ia dijemput oleh sopir Rumah Sakit untuk Misa bersama Suster-suster FCH dan sekaligus bergabung makan pagi di sana. Pada kesempatan lain ia sering diminta oleh P. Vrankenmolen melayani umat di area-area yang sangat sulit sperti Agimuga, Jila, Jita, and munking Aruanop. Mulai saat itu P. Henslok spertinya jatuh cinta dengan umat Papua di pedalaman. Tatkala itu kampung-kampung itu hanya dapat dijankau dengan pesawat, kecuali Agimuga yang bisa ditempuh via Laut Arafura dan sungai-sungai plus jalan kaki sejauh 14 km. P. Henslok sudah sering pergi ke sana baik via udara maupun via laut plus jalan kaki. Pada pelayanan tourney itu ia biasanya membawa supply makanan cukup untuk satu bulan. Atau, sebelum food supply habis pilot sudah datang menjemputnya untuk disegarkan lagi di Timika.
Situasi ini dialaminya entah berapa lama. Ia tidak menunjukkan tanda-tanda gelisah atau mengeluh. Ia menerima situasi dan menjalankan pelayanannya dengan gembira. Ia juga rajin hadir pada pertemuan Dekanat Mimika. Sharing-sharingnya membangkitkan semangat para pastor dan tenaga pastoral lainnya. Sebagai pendatang baru ia menampilkan sesuatu lain daripada telah dimiliki oleh orang lain. Namun, jiwa petualangan dan kecintaannya pada umat pedalaman itu harus berhenti. Apa yang terjadi? Pastor Paroki Stella Maris, Kaokanao, P. Bob Boudewijn, MM merasa sakitnya tak tertahan. Segera ia terbang ke Amerika Sarikat, negaranya, untuk cuti dan berobat.
P. John Saklil sungguh pandai memanfaatkan situasi. Apalagi ia berasal dari Kaokanao. Ia menyurat Mgr. Leo Laba Ladjar di Jayapura memohon agar P. Henslok dibenum di Kaokanao yang mempunyai banyak paroki di sepanjang pantai sejauh Ptowayburu di Barat dari Ottawa di Timur kearah Agats-Asamat. P. John Saklil berhasil menyakinkan Uskup Leo. Dalam waktu serba cepat P. Henslok mengemas ‘harta karun’nya berupa buku-buku, benda-benda suci, peralatan perjalanan di pedalaman, dll dalam banyak karton besar dan kecil untuk diangkut dengan perahu ke Kaokanao. Suster-suster AK, Sr. Bernadette, Sr. Bosco, dan Sr. Josepha, yang sudah menjadi bagaikan ‘Tuan Tanah’ di Kaokanao naik turun antara kota tua itu dan Timika untuk membantu P. Henslok pindahan.
Dalam proses transisi ini dan munking P. Henslok masih berfikir ‘munking hanya tugas sementara’, di kawasan pantai datanglah berita yang isinya bahwa P. Bob Boudewijn, MM yang sedang berobat di Milwaukee mati karena cancer terminal. Inilah sebenarnya factor asali mengapa SCJ diberi kepercayaan untuk bermisi di kawasan pantai Selatan. Bukan kebetulan, tetapi providencia devina. Kehadiran P. Henslok juga menjadi kekuatan tersendiri bagi Komunitas Suster-suster, AK. Yang pasti misa harian dengan anak-anak asrama terjamin.
Penempatan SCJ di Kaokanao membuat P. John Saklil – kemudian diangkat menjadi uskup Timika, bergembira, tetapi kerinduan Uskup Leo, Uskup Jayapura untuk bekerjasama dengan SCJ di keuskupannya belum pernah terpenuhi sampai hari ini.
Foto-foto bisa Anda lihat di sini
Leave a Reply