Awal Misi SCJ Indonesia

Awal Misi  Kongregasi SCJ Indonesia

 

Karena Orang Tersalib Itu

“Romo, mengapa mau menjadi misionaris?” tanya seorang anak kepada seorang Pastor misionaris Belanda yang berkarya di parokinya.
“Karena orang tersalib itu” jawab pastor itu sambil memutar badannya ke dinding, ia mengarahkan telunjuknya pada salib yang tergantung di dinding.
“Romo sudah enak di negerimu, mengapa Romo mau bersusah-susah hidup di antara kami?” tanya anak itu lagi.
“Ya karena orang tersalib itu” jawabnya sambil tangannya menunjuk ke arah yang sama.

“Apa yang membuat Romo bertahan dalam situasi sulit ini?”
“Orang tersalib itu.”
“Apa yang Romo dapatkan?
“Ya, orang tersalib itu. Anak muda, sejak aku mengenalNya, aku menjadi gila dan mau berbuat apa saja demi Dia,” katanya menjelaskan.

 

Tanjung Sakti

Manusia yang beriman kepada Yesus pewarta kabar gembira selalu gembira, optimis, energik, tidak pernah lemas atau putus asa, tetapi prinsipial dan berani, pecinta orang miskin dan menderita, tidak pernah takut, berani dan ikhlas seperti para pastor, bruder, suster yang rela meninggalkan negeri Belanda yang makmur, hanya untuk mewartakan Yesus kepada orang-orang di belahan bumi lain yang mereka cintai. Mereka adalah duta-duta yang menyinarkan kegembiraan Yesus dan menampilkan citra yang sama sekali berbeda dengan kaum kolonial negeri Belanda. Semangat misioner seperti inilah yang menjadi batu sendi Gereja Sumatera bagian selatan. Kita berterimakasih kepada mereka dan berusaha menjadi umat Katolik yang tidak memalukan para perintis.

Sejak SCJ hadir di Indonesia pada tahun 1924, banyak imam dan bruder SCJ yang telah menyumbangkan tenaganya untuk kepentingan Gereja Katolik khususnya, dan masyarakat Sumatera Selatan pada umumnya. Bahkan 9 imam dan 2 bruder merelakan hidupnya, meninggal pada masa pendudukan Jepang. Banyak yang telah dapat dikerjakan, banyak usaha dimulai, banyak pula yang masih berupa rencana dan cita-cita untuk masa mendatang. Semoga perkembangan zaman memberikan kemungkinan yang lebih luas untuk meneruskan dan mengembangkan semua usaha ini. Yang lebih penting adalah Gereja semakin menyadari bahwa dirinya hadir di dunia mengemban tugas perutusannya, yakni mewartakan kabar gembira tentang Kristus dan menjadi sakramen keselamatan bagi umat manusia dalam segala situasi hidupnya.

Tugas penting itu hanya dapat dijalankan dengan sebaik-baiknya oleh Gereja, kalau ia sendiri mampu menangkap jati dirinya secara utuh dalam pergulatannya di tengah kehidupan bangsa manusia yang selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Pesan tentang keselamatan Kristus sendiri, yang sangat didambakan oleh semua orang, akan menjadi berdaya guna dan menghasilkan buah keselamatan hanya jika pesan itu dapat dimengerti secara baik, dihayati secara benar, dan diwujudnyatakan sesuai dengan situasi jemaat setempat di mana Gereja hadir.

Dengan kata lain, Gereja tidak mungkin merefleksikan dirinya terlepas dari situasi konkret di mana ia berada. Adalah kepentingan Gereja untuk terus menggali, mempelajari dan menemukan “jalan ­jalan terbuka” bagi keberhasilan tugas pewartaan itu di dalam situasi sosial budaya masyarakat setempat.

 

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*