Mengenang dan Belajar dari ‘Babe” Henslok SCJ

“Maius est illuminare quam lucere solum”. Thomas Aquinas.

Lebih baik menyinari dari pada sekedar bersinar begitu kata Thomas Aquinas. Kurang lebih ini pula yang menjadi prinsip P. Henslok. Scj. dalam seluruh perjalanan misinya di Indonesia lebih dari 50 tahun.

Baik pula pada kesempatan 40 hari meninggalnya beliau kita belajar beberapa keutamaan dan keteladanan hidup yang indah dari beliau. Kurang lebih ada 7 keutamaan luar biasa dari beliau yang bisa menjadi inspirasi kita baik sebagai SCJ maupun sebagai umat beriman.

Pertama, he is a holy person. Ketekunan, kedisiplinan, dan kerinduannya akan Tuhan begitu terpancar. Tak pernah beliau meninggalkan doa ofisi dan merayakan ekaristi. Rosario yang setiap hari beliau doakan juga menjadi sumber yang tak pernah habis tuk dibagikan. Persis sama dengan pesan Paus Fransiskus untuk para imam ” Doa, ekaristi dan pelayanan”.

Kedekatan dengan Kristus inilah yang menjadi kunci dan kekuatan di manapun beliau diutus. Jarang sekali mengeluh atau komplain, apa lagi menyusahkan pimpinan dan umat. Pelayanan di sumatra: Bangunsari, Lahat, bengkulu, Tugumulya, Jambi, Bidara Cina, bahkan ketika usia beranjak senja, beliau siap diutus berisi ke papua. Semua beliau jalankan dengan sukacita. Doa berbuah sukacita.

Kedua, he is a kindness person. Salah satu kekhasan yang selalu diingat umat adalah keramahan beliau. Saat berjabat tangan selalu beliau akan mengusap tangan mereka pada jenggot tebalnya. Cara unik tuk menyapa inilah yang mendatangkan sukacita bagi siapapun yang berjumpa dengan beliau.

Ingatan beliau akan nama umat, konfrater dan sahabat begitu kuat. Inilah tanda gembala mengenal domba dan domba mengenal gembala. Sapaan yang selalu terdengar adalah kata “MAS.. ” Sering terdengar dari mulut beliau. tanda sederhana sebuah keakraban dan kasih persaudaraan. Keramahan yang mendatangkan kasih persaudaraan.

Bertemu teman lama di Polandia 10 Agustus 2013

Ke-tiga, he is a joyfull person, no compalain itulah beliau. Bersukacita meski ditugaskan di tempat sulit. Sukacita meski harus hidup sederhana. Sukacita meski harus misi ke papua di usia senja. Bahkan satu keinginan beliau yang sering beliau ucapkan ” Mas… Saya mencintai Papua, dan saya ingin meninggal di Papua”.

Apapun perutusannya, bersama siapapun konfraternya, apapun situasinya dan apapun makanannya sukacita selalu ada. Bahkan beliau amat menyukai keladi dan papeda yang menjadi makanan khas orang Papua. Inilah sukacita misionaris sejati.

Ke empat, he is a good shapered. Salah satu hal yang selalu beliau pikirkan adalah umat yang berakar, bertumbuh, dan berbuah. Beliau selalu kritis dalam soal pastoral, beliau selalu memperjuangkan umat. Beberapa kalai beliau mengkritik soal uang, kolekte dan dana.

Beliau sangat koncern pada pengajaran dan katekese umat. Bukan hanya berbicara, tetapi beliau mengajar dan ber katekese secara rutin ke lingkungan, kombas. Beliau adalah gembala yang baik yang bukan hanya soal liturgi yang menguduskan, tapi juga mengajar, mewartakan, memimpin bahkan memberdayakan umat.

Bersama Rm. Andre Suparman SCJ

Ke lima, he is a pioner of toleransi. sahabat beliau bukan hanya kalangan gereja Katolik, tetapi beliau bisa berkelahi dengan siapapun. Pemerintah daerah, aparat, bahkan sebutan H H atau haji Henslok beliau dapat ketika tugas di Jambi. Beliau bersahabat baik dengan beberapa tokoh haji di jambi. Bahkan nama beliau masih di kenal oleh anak mereka. H H alias Haji Henslok itulah benih toleransi yang pantas kita teruskan.

Ke enam, he is a simple person, kesederhanaan beliau begitu terlihat. Beliau begitu memikirkan SCJ dan karyanya. Beliau tak mudah membuang, tapi memanfaatkan apa yang masih bisa dimanfaatkan. Jujur dalam laporan keuangan dan murah hati dalam berbagi.

Mencintai Indonesia dan Misi Papua

Ke tujuh, he is a nasionalis person. Meski beliau lahir dan berasal dari Polandia, tapi setiap hari heliau selalu setia mendengarkan lagi indonsia raya di siarkan dalam televisi. He he kita saja jarang. Tapi beliau tak pernah melewatkan. Kecintaan akan tanah air Indonesia begitu nampak setiap makan selalu perkembangan politik, sosial, budaya dan informasi beliau ceritakan dan menjadi bahan pembicaraan. Meski berasal dari bendera yang kebalikan dengan bendera tanah air, tapi beliau telah jatuh cinta pada Indonesia dan berada di Indonesia lebih lama dari kebanyakan dari kita.

“I am nothing God is everything” Itulah persembahan indah hidup P. Henslok. SCJ. Terimakasih BABE, terimakasih H H, terimakasih konfrater kami.

Deo gratis.

Rm. Rio. SCJ.

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*