Superior Jenderal SCJ: Surat Paskah di “Masa” Pandemi

Pelan-Pelan Saja

Pater Jenderal SCJ bersama Rm. Laton SCJ (misionaris dari Polandia) yang sudah menjadi orang Indonesia.

Para konfrater yang terkasih, 

Pada awal pekan suci dalam peziarahan menuju Paskah, dengan penuh kehangatan kami menyapa para konfrater semua. Kami menulis surat ini di tengah kepungan pandemi yang sangat mempengaruhi dunia dan sekaligus menempatkan kita pada situasi yang sama: kejadian yang sungguh mengejutkan dan mempengaruhi kita semua. Secara khusus, dengan penuh cinta dan doa kami menyapa para konfrater, para sahabat, keluarga, dan rekan kerja yang paling terimbas oleh pandemi ini.

Saat ini kita merasa sungguh terancam. Sebelumnya kita belum pernah mengalami situasi ini. Kejahatan-kejahatan yang biasa terjadi, seperti kelaparan yang tiada ujung, kisah para pengungsi, segala jenis ketidakadilan, konflik terbuka di berbagai tempat, agresi dan eksplorasi yang tiada henti pada bumi dan situasi-situasi yang merendahkan kemanusiaan, tidaklah sampai menimbulkan reaksi global yang besar. Kemungkinan, karena kali ini kita diancam dengan begitu dekat dan personal: “hidup kami” dalam bahaya.  Reaksi global tidak lagi terdengar nyaring, seriring dengan “isolasi”, berhentinya berbagai aktivitas, kedudukan/jabatan “penting” tidak lagi berpengaruh, dan agenda dan jadwal-jadwal yang menjadi berantakan.

Waktu teruslah berjalan. Kita tahu bahwa Pekan Suci dan Paskah sebentar lagi tiba. Kita sungguh menantikannya, tetapi tidak menduga harus mengalaminya di tengah situasi pandemi seperti ini. Kami telah menghubungi komunitas-komunitas di berbagai tempat dan tetap berkomunikasi dengan sejumlah konfrater. Kebanyakan dari mereka sedang menemukan kembali buah dari hidup berkomunitas dengan waktu untuk berdialog, berdoa, dan rekreasi_aktivitas yang belakangan ini menjadi kurang “diminati”. Bagi beberapa konfrater, tidaklah mudah untuk terus “bersama” dan “terisolasi” dari dunia luar untuk waktu yang lama. Hari-hari yang dijalani seperti “tanpa arah” dan tidak produktif, padahal “banyak kebutuhan yang harus dipenuhi! Dengan semua yang masih kurang!”  Ada juga konfrater, di tengah karantina, memilih untuk “keluar”/eksis lewat media dan jaringan sosial daripada hanya “di rumah saja”.

Di berbagai aspek, kebanyakan dari kita tidak bisa menjalani hidup seperti yang sudah direncanakan sebelumnya. Sepertinya pekan suci tahun ini telah mengambil “tali” kendali dan ingin mengontrol kita. Pekan suci menginginkan kita untuk meluangkan waktu dengan tanpa ragu. Daripada kita “membuat” Pekan Suci dan Paskah, “mereka” (baca: pekan suci) meminta kita untuk perlahan lahan/pelan-pelan “menciptakan” sesuatu yang baru dalam hidup kita. “Mereka” tidak mau menjadi bawahan dari stress kita saat mempersiapkan hari-hari itu sebagaimana biasanya. Apa yang telah direncanakan oleh hari-hari ini untuk kita? Apa sajakah rencana “mereka”? Kemungkinan mereka menginginkan kita untuk fokus pada cara Yesus menjaga dan memelihara hidupNya, yang bahkan sejak awal kelahiranNya sudah mengalami banyak ancaman (bdk. Mat 1, 19: 2, 13).

Ya, Yesus memandang hidup secara serius: Dia mengajarkan kita bahwa hidup adalah sungguh penting, sesuatu yang esensial yang kita miliki! Inilah saat untuk menjaganya dengan seluruh hati kita. Itulah sebabnya, Dia menghargai dan mencintai hidupNya, tetapi tanpa rasa narsistik yang egois. Dia mencintai harta karun hidup yang sudah ditemukanNya: hidup Bapa dan cara untuk menjadi hidup bagi semua orang (bdk Yoh 17:21). Dia telah melakukan segala sesuatu yang mungkin dari sisi manusia untuk menjadi dan mempertahankan hidup. Caranya? Dengan mempersembahkannya kepada Bapa, memberikan hidupNya pada mereka yang memusuhiNya, memberikannya pada semua orang. 

Dari apa yang sedang kita hadapi saat ini, dalam arti tertentu, kita dapat mengatakan bahwa Yesus, yang lahir dari seorang perempuan, telah membuat hidupNya berada dalam karantina yang panjang dan melelahkan. Dia tidak lari dari “kurungan” dunia secara instan atau membiarkan diriNya direndahkan oleh perlakuan lain yang bukanlah menjadi kehendak Bapa, Tuhan dan Sang Pemberi kehidupan. Dia menerima banyak keterbatasan dan sebanyak apapun paksaan yang dialami, Dia tidak mencoba untuk melampauinya (bdk. Mrk 3, 31;8,32;Luk 4:1-13;9.33.54;22.49.63-65;23.8.39; Yoh 6, 15). Jika Yesus tidak melakukan hal itu, Ia akan kehilangan nyawaNya.

Saat ini adalah milik Allah. Mari kita ambil buahnya, perlahan-lahan, secara kreatif; terus mengkontemplasikan bagaimana menyelamatkan hidup seperti yang Yesus contohkan; masuk pada kedalaman misteri Paskah; menciptakan kembali hidup persaudaraan dalam komunitas; membantu orang menghidupi hari-hari suci ini pada tiap langkah mereka, merayakan Sabda Allah lewat rumah mereka masing-masing dan dengan rendah hati menerima bahwa orang-orang tidak tergantung pada kita dan pewartaan kita untuk menemukan makna di dalam pekan suci. Mari kita mengambil kesempatan untuk melakukan “hening yang berbuah” yang nanti memampukan kita untuk membagikan apa yang kita temukan. Mari juga mengarahkan perhatian dan empati kita untuk mereka yang oleh karena kesehariannya berada di dalam bahaya, dan meneguhkan diri untuk mendukung mereka. Mari mengambil kesempatan untuk memikirkan kembali cara hidup dan konsumsi kita, merencanakan tanggapan dan aksi solidaritas terhadap situasi sosial dan ekonomi yang melanda lingkungan kita, bahkan lebih keras lagi setelah pandemi ini berakhir. 

Mari kita dengan tanpa henti menyambut hari-hari ini dalam iman dan pengharapan, hidup dalam suasana berbagi dengan mereka yang paling dekat dengan kita, sementara terus berdoa dengan teguh untuk dunia, rumah kita bersama. Inilah masa dimana kita tidak lari dari tangan atau hati Allah. Semua yang sedang terjadi memanggil kita untuk menjadi lebih bersikap manusiawi, peka, dan mendukung. Mari kita bersyukur dan berterima kasih untuk begitu banyaknya sikap dan tindakan banyak orang dimanapun, termasuk konfrater kita, yang memberi afeksi dan ketenangan untuk mereka yang sedang mengalami saat yang paling buruk. Berjagalah dan lingkupilah diri kita dengan hidup, semua hidup. Ketika kita melakukan hal itu, kita menjadi saksi Paskah, makam yang kosong dan kisah kebangkitan di pagi hari. 

Rm. Carlos Luis Suárez Codorniú, scj

Superior Jenderal dan Dewan

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*